Berjalan menyusuri sudut-sudut perkampungan di
kota Bangil Kabupaten Pasuruan, berharap menemukan sesuatu yang menarik
untuk dijadikan kenang-kenangan. Usai mengobati lapar dengan sarapan
sepiring Nasi Punel, tiba-tiba perhatian ini tertarik pada sekelompok
orang sedang mengerjakan logam mengkilat. Beberapa diantaranya membakar
dengan alat tradisional seperti blander las karbit, satu orang
menggiling logam dengan mesin seperti mesin pembuat kulit pisang molen
tapi lebih besar. Serta sebagian lagi mengerjakan pekerjaan lainnya.
Saya mencoba mendekati dan mencari tahu, ternyata mereka sedang
mengerjakan kerajinan perhiasan.
Memang pada era tahun 80-90an
bangil sempat menjadi sentra industri kerajinan logam mulia seperti
perhiasan emas, perak. Bahkan ada yang terbuat dari tembaga dan juga
stainless, karena pada waktu itu hasil kerajinan perhiasan ini di
pasarkan ke hampir seluruh penjuru indonesia, pula sebagian perajin bisa
mendapatkan mitra dari luar negeri untuk pemasarannya.
Sekarang
hasil kerajinan perhiasan dari daerah ini lebih banyak di jumpai di luar
daerah seperti Surabaya, Bali, Jogjakarta dan beberapa pulau lainya,
akan tetapi menjadi langka di daerah ini sendiri. Pemandangan aneh ini
tentunya bukan tidak beralasan, sejak terjadinya krisis ekonomi pada
tahun 1998 geliat aktifitas para pengajin perhiasan ini mulai merosot.
Ditambah lagi ketika terjadinya peristiwa bom bali, karena pasar
terbesar dari kerajinan ini adalah Bali. Dimana para buyer dari luar
negeri datang ke indonesia melakukan transaksinya sambil berwisata.
Fakta ini berdampak pada masyarakat perajin perhiasan dimana banyak
diantara mereka bermigrasi ke Bali untuk mengembangkan usaha di disana,
sehingga di daerah Bangil sendiri menjadi lebih sepi.
Karya dari
perajin perhiasan di Bangil ini sudah diakui tak kalah dari daerah
lain.Bahkan beberapa perajin mengerjakan pesanan khusus dari pabrik
pengolahan perhiasan emas. Walaupun pengerjaannya masih secara dan
dengan alat tradisional.
Ketika kita melihat ke dalam proses
pengerjaanya di sebuah besali (sebutan untuk bengkel kerajian logam
mulia). Emas atau perak sudah dimasak kemudian di lebur untuk dijadikan
lempengan tebal. Setelah itu lempengan hasil leburan tadi di blendes
(proses pengepresan dengan mesin seperti mesin pembuat kulit molen),
proses blendes ini menyesuaikan dengan ketebalan yang diminta, untuk
kemudian di bentuk sesuai dengan pesanan.
Usai dibentuk, sekarang
waktunya untuk memasang pengunci dari batu permatanya dengan cara di
patri (dibakar untuk melelehkan logam seperti pada pengelasan asetilin).
Kemudian di poles untuk menghaluskan sekaligus membuat lebih bersih dan
mengkilap. Terakhir tinggal di cuci dengan klerek untuk menghiangkan sisa-sisa gram dan
kotorannya, hingga di pasang batu permatanya menjadi sebuah perhiasan.
Untuk
cincin perak seberat 5 gram cukup dengan 100 ribu rupiah saja, sudah
dihiasi batu permata cantik, lumayan buat kenang-kenangan setelah
setengah cuma hari melihat bapak-bapak perajin mengolahnya.zq/)
Semoga Perkembangan Materi Pariwisata kabupaten Pasuruan, Juga Mampu Diungkin oleh Kemajuan Batik Pewarna Alami, Padepokan Alam Batik Desa Sekar Prigen Pandaan Sukorejo oleh Mpu Batik Mas Ferry Joyo
Semoga semakin mantap kekuatan pemberdayaan pariwisata berbasis eko toursim dan sosial ekonomi budaya kemasyarakatan kabupaten pasuruan, mas bro
ReplyDeleteSemoga Perkembangan Materi Pariwisata kabupaten Pasuruan, Juga Mampu Diungkin oleh Kemajuan Batik Pewarna Alami, Padepokan Alam Batik Desa Sekar Prigen Pandaan Sukorejo oleh Mpu Batik Mas Ferry Joyo
ReplyDeleteAda alamatnya kah yang di foto itu?
ReplyDeleteAlamat lengkapnya dimana ya itu?
ReplyDeleteYang ada di foto itu???